Ath-Thaifah Al-Manshurah Di Atas Pemahaman Nabi
AS-SALAFIYAH, FIRQATUN NAJIYAH (GOLONGAN YANG SELAMAT) DAN THAIFATUL MANSHURAH (KELOMPOK YANG MENANG) 3/7
Oleh
Syaikh Abu Usamah Salim bin ‘Ied Al-Hilaaly
Tidak diragukan lagi, Ath-Thoifah Al-Manshuraah inilah yang berada di atas pemahaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya karena dia berada di atas kebenaran, sedangkan kebenaran adalah apa yang telah ada diatasnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya, maka siapa saja yang tetap teguh (komitmen) di atas apa yang ada padanya Al-Jama’ah sebelum terjadi perpecahan, walaupun sendirian, maka dia adalahj Al-Jama’ah.
Dengan demikian jelaslah sudah ciri khas (syiar) manhaj Firqatun Najiyah dan Ath-Thoifah Al-Manshurah yaitu : Al-Kitab dan As-Sunnah dengan pemahaman Salaf umat ini yaitu Muhammad dan orang -orang yang bersamanya serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik sampai hari kiamat dan berdakwah kepada persatuan umat diatas pemahaman ini, karena dia merupakan solusi yang tepat untuk mengembalikan kejayaan umat ini yang telah hilang dan mewujudkan cita-cita harapan mereka yang telah diikrarkan. Karena dia adalah agama yang dibangun diatas fitrah, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyampaikan perintahNya.
Adapun kondisi keadaan Firqatun Najiyah dan Ath-Thaifah Al-Manshurah telah disifatkan dengan empat sifat, yaitu :
- Laatajaalu Tha’ifah (senantiasa ada sekelompok), ini bermakna senantiasa ada terus menerus.
- Dzohiriina ‘ala al-haq (menegakkan kebenaran) ini bermakna kemenangan.
- Laayadzurruhum man khadzalahum walaa man khaalafahum (tidak merugikan mereka orang-orang yang mencela (menghina) dan menyelisihi mereka) bermakna membuat kemarahan ahlil bid’ah dan orang kafir.
- Kuluhaa fii an-naari ilaa waahidah (semuanya di neraka kecuali satu) bermakna keselamatan dari neraka.
Adapun keberadaan (yang terus menerus) dan kemenangan, semua hadits-hadits At-Thaifah Al-Manshurah telah menunjukkan bahwa dia ada di atas komitment terhadap Islam sampai hari kiamat dalam keadaan demikian.
Ini merupakan sifat yang agung yang telah dijelaskan oleh ahli ilmu, karena terdapat padanya mu’jizat yang sangat jelas yang dimiliki Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, -berupa terjadinya apa yang telah beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam kabarkan.
Berkata Al-Manaawiy dalam Faidhul Qadir 6/395 : Terdapat padanya mu’jizat yang jelas, karena Ahlus Sunnah senantiasa menang pada setiap masa sampai sekarang, dari mulai timbulnya kebid’ahan dengan aneka ragam bentuk dan jenisnya seperti Khawarij, Mu’tazilah, Rafidhah dan yang lain belum ada seorangpun dari mereka bahkan setiap kali mereka menyalakan api peperangan Allah Subhnahu wa Ta’ala telah memadamkannya dengan cahaya Al-Kitab dan As-Sunnah, Pujian dan karunia hanya milik Allah.
Adapun untuk menjengkelkan ahli bid’ah dan orang kafir, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala tanam kelompok yang baik ini lalu tumbuh tunasnya dan menguat serta tegak lurus di atas pokoknya tidak tampak bengkok bahkan kuat lagi kokoh, apabila dilihat oleh pakar pertanian yang mengetahui manakah yang tumbuh subur dan tidak subur, yang berbuah darinya dan yang tidak, niscaya mereka gembira dan menyukainya sedangkan apabila tampak dalam pandangan orang-orang sesat, pendusta, dan pembohong niscaya hati-hati mereka dipenuhi oleh kemarahan dan kebencian….katakanlah matilah kalian dengan kemarahan tersebut.
Inilah sifat generasi teladan :
“Perumpamaan mereka di Injil seperti tanaman mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya ; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mu’min)” [Al-Fath/48 : 29]
Tidak diragukan lagi, ini juga merupakan sifat Ath-Thaifah Al-Manshurah Ahlil Hadits yang berjalan di atas jejak-jejak generasi awal yang menjadi teladan yaitu Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya dan mereka menimba dari sumber yang murni baik Al-Kitab maupun As-Sunnah.
Kesengajaan dalam menjengkelkan orang-orang kafir ini menjelaskan bahwa kelompok ini adalah tanaman yang di tanam Allah Subhanahu wa Ta’ala dan dipelihara dengan pembinaan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan dalil kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena kelompok ini adalah alat untuk menjengkelkan musuh-musuh Allah Subhanahu wa Ta’ala yang berupaya mematikan cahaya Allah Subhanahu wa Ta’ala (agama) dan memadamkan cahanya dari jiwa-jiwa kaum muslimin akan tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa menyempurnakan cahaya-Nya walaupun orang-orang musyrik benci dan senantiasa memenangkan agama-Nya walaupun orang-orang kafir membencinya.
Oleh karena itu didapatkan Ahli Bid’ah selalu membenci Ahlul Hadits dalam setiap waktu dan tempat. Berkata Abu Utsman Abdurrahman bin Isma’il Ash-Shabuniy dalam kitabnya Aqidatus Salaf Ashaabil Hadits 101-102 : Tanda-tanda Ahlul Bida’ cukup jelas bagi Ahlus Sunnah, ciri-ciri dan tanda-tanda yang paling jelas adalah besarnya kebencian mereka terhadap penyampai hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka melecehkan, menghina serta menamakan Ahlul Hadits dengan sebutan Hasyawiyah, Jahalah (orang bodoh), Zhahiriyah, dan Musyabihah dengan keyakinan mereka bahwa hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengandung ilmu sedangkan ilmu itu adalah apa yang disampaikan Syaithan kepada mereka dari hasil pikiran akal mereka yang rusak, dan was-was diri mereka yang kelam, bisikan hati-hati mereka yang kosong dari kebaikan dan perkataan mereka serta hujjah-hujjah mereka yang sangat lemah bahkan syubhat-syubhat mereka itu lemah lagi batil.
“Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka” [Muhammad/47 : 23]
“Dan barangsiapa yang dihinakan Allah maka tidak seorangpun yang memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki” [Al-Hajj/22 : 18]
Berkata Ahmad bin Sinaan Al-Qaththaan yang wafat tahun 258H : Tidak ada di dunia ini seorang ahli bid’ah kecuali membenci Ahlil Hadits, maka apabila seorang berbuat kebid’ahan maka hilanglah darinya rasa manis hadits.[1]
Dan berkata Abu Nashr bin Sallam Al-Faaqih yang wafat tahun 305H : Tidak ada yang lebih berat dan lebih dibenci oleh orang-orang yang menyimpang daripada mendengar dan meriwayatkan hadits dengan sanadnya.[2]
Dari Isma’il bin Muhammad bin Ismail At-Tirmidziy, beliau berkata : Dahulu saya dan Ahmad bin Al-Hasan At-Tirmidziy bersama Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal, lalu dia berkata : Wahai Abu Abdillah, mereka menceritakan kepada Abu Qahilah di Mekkah tentang Ahlil Hadits, lalu Abu Qahilah berkata : Sebuah kaum yang jelek. Lalu Ahmad bin Hanbal berdiri sambil mengangkat pakaiannya dan berkata : Zindiq, zindiq, zindiq lalu masuk ke rumahnya. [3]
Berkata Al-Hakim dalam Ma’rifah Ulumil Hadits hal. 4:
Demikianlah yang telah kami mengerti dalam perjalanan dan negeri-negeri kami tentang semua orang yang memiliki sesuatu penyimpangan dan kebid’ahan tidaklah memandang kepda Ath-Thaifah Al-Manshurah kecuali dengan pandangan pelecehan dan menamainya dengan Al-Hasyawiyah. Berkata Abu Haatim Arraaziy : Tanda Ahlil Bid’ah adalah mencela Ahlil Atsar, tanda zindiq adalah penamaan mereka terhadap Ahlil Atsar dengan Al-Hasyawiyah, mereka meginginkan dengannya pembatalan atsar. Tanda Qadariyah adalah penamaan mereka terhadap Ahlus Sunnah dengan Musyabihah dan tanda Rafidhah adalah penemaan mereka Ahlil Atsar Nabitah Nashibah. [4]
Berkata Ash-Shobuniy dalam Aqidatus Salaf hal. 105-107 : Semua ini adalah fanatisme dan itu tidak dikenal Ahlus Sunnah kecuali satu nama saja yaitu Ahlil Hadits. Kemudian beliau berkata : Aku telah melihat Ahlil Bid’ah berkaitan dengan gelaran-gelaran yang mereka tuduhkan kepada Ahlus Sunnah -(sedangkan mereka tidak mempunyai satupun dari hal-hal tersebut sebagai anugrah dan karunia dari Allah Subhanahu wa Ta’ala)- sebagaimana telah berjalan di atas jalannya kaum musyrikin -(semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala melaknat mereka)- terhadap Rasulullah karena telah memberikan celaan kepadanya, lalu sebagian orang musyrik menggelari beliau dengan gelar tukang sihir, tukang ramal (dukun), penyair, orang gila, pembohong, dan pendusta, sedangkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam jauh dan berlepas diri dari hal itu semuanya dan beliau hanyalah seorang Rasul dan Nabi yang terpilih, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
“Perhatikanlah, bagaimana mereka membuat perbandingan-perbandingan tentang kamu, lalu sesatlah mereka. Mereka tidak sanggup (mendapatkan) jalan (untuk menentang kerasulanmu)” [Al-Furqaan/25 : 9]
Demikian juga Ahlul Bid’ah -semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merendahkan mereka- memberikan celaan kepada para penyebar hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, penukil atsar-atsar beliau dan perawi hadits-hadits beliau yang mentauladani dan mencontoh sunnah beliau yang dikenal dengan Ashabul Hadits, lalu menggelari mereka, sebagiannya menggelari mereka Hasyawiyah, sebagiannya lagi Musyabihah, sebagiannya lagi Nabitah, sebagiannya lagi Nashibah dan sebagian yang lainnya dengan Jabariyah. Sedangkan Ashabul Hadits terjaga, berlepas diri, bersih dan suci dari celaan-celaan itu. Mereka tidak lain adalah pemilik sunnah yang cemerlang, sejarah yang diridhoi, jalan-jalan yang lurus dan hujjah-hujjah yang agung lagi kokoh, yang telah diberikan taufiq oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk mengikuti kitabNya, wahyu dan firmanNya dan mengikuti wali-waliNya yang paling dekat serta mecontoh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits-hadits beliau yang didalamnya beliau memerintahkan umatnya kepada kebaikan dalam ucapan dan perbuatan dan melarang mereka dari kemungkaran pada keduanya serta membantu mereka dalam berpegang teguh kepada sejarah beliau dan mengambil petunjuk dengan berpegang erat kepada sunnahnya.
Saya berkata : Sebagaimana telah bersekongkol umat-umat terhadap umat Islam, maka demikian juga telah kumpul bersekongkol kelompok-kelompok Ahil Bid’ah terhadap As-Salaf Ahlil Hadits, karena mereka tinggi kedudukannya di antara kelompok-kelompok tersebut sebagaimana umat Islam tinggi kedudukannya diantara umat-umat yang lain. Mereka menginginkan dengan celaan-celaan tersebut pencelaan terhadap para saksi kita terhadap Al-Kitab dan As-Sunnah sebagaimana telah dilakukan oleh pendahulu mereka sebelumnya dari kaum Rafidhah, Khawarij dan Qadariyyah terhadap para pendahulu kita sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dari Ahmad bin Sulaiman At-Tusturiy, beliau berkata : Aku telah mendengar Abu Zur’ah berkata : Jika kamu melihat seseorang melecehkan seorang sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam maka ketahuilah dia itu Zindiq dan hal itu dikarenakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menurut kita adalah benar, Al-Qur’an adalah kebenaran dan yang menyampaikan Al-Qur’an dan As-Sunnah ini kepada kita hanyalah para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan mereka hanyalah ingin mencela para saksi kita untuk membatalkan Al-Kitab dan As-Sunnah, mereka lebih berhak dicela, mereka itu zindiq.[5]
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa 4/96 : Untuk lebih menjelaskan kamu bahwa sesungguhnya orang-orang yang mencela Ahlil Hadits dan berpaling dari madzhab mereka tidak diragukan lagi adalah orang-orang bodoh, zindiq lagi munafiq. Oleh karena itu ketika sampai kepada Imam Ahmad berita tentang Abu Qahilah ketika disebutkan tentang Ahlil Hadits di Mekkah, lalu dia berkata : Satu kaum yang jelek. Lalu beliau berdiri sambil mengangkat pakaiannya dan berkata : Zindiq, zindiq, zindiq lalu masuk ke rumahnya karena beliau mengetahui isi kandungan ucapan Abu Qahilah.
Saya berkata : Ya, demikianlah para Ulama Rabbani umat ini selalu waspada terhadap para da’i kesesatan dan kelompok-kelompok sesat serta pengikut mereka dalam peringatan dan perhatian orang-orang yang baik tidak terjatuh pada kelompok, tipu daya dan penipuan mereka.
[Disalin dari Kitab Limadza Ikhtartu Al-Manhaj As-Salafy, edisi Indonesia Mengapa Memilih Manhaj Salaf (Studi Kritis Solusi Problematika Umat) oleh Syaikh Abu Usamah Salim bin ‘Ied Al-Hilaly, terbitan Pustaka Imam Bukhari, penerjemah Kholid Syamhudi]
_______
Footnote.
[1] Diriwayatkan oleh Al-Kahtib Al-Baghdadiy dalam Syaraf Ashhabil Hadits hal.73 dan Al-Haakim dalam Ma’rifatu ‘Ulumil Hadits hal.4 dan dari jalan periwayatannya diriwayatkan oleh Ash-Shabuniy dalam Aqidatis Salaf Ashhabil Hadits hal.102. Saya berkata : Sanadnya shahih.
[2] Diriwayatkan oleh Al-Khatib Al-Baghdadiy dalam Syaraf Ashhabil Hadits hal. 73-74 dan Al-Haakim dalam Ma’rifatu ” Ulumil Hadits hal.4 dan Ash-Shabuniy dalam Aqidatis Salaf hal. 104. Saya berkata :Sanadnya Shahih.
[3] Diriwayatkan oleh Al-Khathib Al-Baghdadiy dalam Syaraf Ahshabil Hadits hal. 74 dan Al-Haakim dalam Ma’rifatu ‘Ulumil Hadits hal.4 dan dari jalan periwayatannya, diriwayatkan oleh Ashhabuniy dalam Aqidatis Salaf Ashhabil Hadits hal.103 dan Ibnul Jauziy dalam Manaqib Ahmad hal. 180 serta Abu Ya’la dalam Thabaqatul Hanabilah 1/38. Saya berkata : Sanadnya Shahih.
[4] Disebutkan oleh Abu Hatim dalam tulisannya Ushul Assunnah wa I’tiqaad Addin yang dicetak dalam majalah Al-Jami’ah Al-Islamiyah edisi bulan Ramadhan tahun 1403 dan diriwayatkan juga oleh Ash-Shabuniy dalam Aqidatussalaf hal. 105 dan Allaalikaiy dalam Syarh Ushul I’tiqad Ahlis Sunnah wal Jama’ah 2/179. Saya berkata :Sanadnya Shahih.
[5] Diriwayatkan oleh Al-Khatib Al-Baghdadiy dalam Al-Kifayah hal.48 dan selainnya. Saya berkata : Dan dia shohih.
[6] Hadits lemah sebagaimana dalam refernsi diatas (4)
[7] Hadits shahih dengan banyaknya jalan periwayatan sebagaimana dalam refernsi diatas (9)
[8] Hadits lemah sebagaimana dalam referensi diatas (7)
[9] Hadits lemah sebagaimana dalam referensi diatas (8)